Salah satu materi utama dalam kegiatan ini adalah Emergency Communication, yang menghadirkan narasumber dari Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Wilayah 13.24 Sidoarjo. Dua narasumber yang hadir mewakili RAPI Sidoarjo adalah Rudi Purwanto (JZ13YHF) dan Alamsyah Widikiawan (JZ13BNM).
Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 50 peserta dari komunitas relawan Srikandi Tangguh. Para peserta tampak antusias mengikuti sesi yang sangat penting bagi kesiapsiagaan relawan di lapangan, terutama dalam operasi penanggulangan bencana.
Pentingnya Emergency Communication
Emergency Communication atau komunikasi darurat adalah sistem komunikasi yang digunakan dalam situasi kritis, seperti bencana alam, kecelakaan besar, atau keadaan darurat lainnya. Sistem ini berperan penting dalam menyampaikan informasi secara cepat, tepat, dan terstruktur agar proses evakuasi dan penanganan bencana dapat berjalan dengan efektif.
Dalam sesi materi, Rudi Purwanto menyampaikan pentingnya kecepatan dan akurasi dalam menyampaikan informasi saat terjadi bencana.
“Komunikator harus bisa menyampaikan informasi secara cepat dan akurat kepada pusat kendali atau Pusdalops, agar penanganan bencana bisa berjalan sesuai kebutuhan,” jelas Rudi.
Materi juga mencakup pengenalan berbagai perangkat komunikasi seperti radio rig, HT (handy talky), antena, serta perlengkapannya. Selain itu, peserta juga mendapatkan edukasi tentang cara menyampaikan laporan situasi bencana dengan baik, termasuk etika komunikasi, baik menggunakan kode maupun dalam percakapan langsung.
Peserta diperkenalkan dengan penggunaan kode komunikasi seperti kode 10, kode kedinasan, serta pemanfaatan kanal koordinasi RAPI dan kanal kedinasan dalam frekuensi HF dan VHF, sesuai dengan bandplan yang berlaku dalam kondisi darurat.
Tujuan Komunikasi Darurat
Sementara itu, narasumber Alamsyah Widikiawan menekankan bahwa komunikasi darurat merupakan elemen vital dalam setiap upaya tanggap bencana. Ia menjelaskan empat tujuan utama dari sistem komunikasi darurat:
“Tujuan utama komunikasi darurat adalah untuk menyampaikan informasi situasi terkini secara cepat, mengkoordinasikan tim lintas lembaga seperti relawan, BPBD, TNI, Polri, SAR, dan RAPI, serta menghindari kepanikan masyarakat dengan menyebarkan informasi resmi dan benar, dan memastikan jalur evakuasi, distribusi logistik, serta bantuan berjalan efektif di lapangan,” ujar Alamsyah.
Menutup materinya, Alamsyah menegaskan bahwa seluruh relawan dan pihak terkait harus memiliki kesiapan komunikasi yang baik:
“Komunikasi darurat adalah urat nadi penanggulangan bencana. Tanpa komunikasi yang tepat, koordinasi akan lumpuh. Karena itu, semua anggota tanggap bencana wajib menguasai alat komunikasi, mematuhi etika, dan siap siaga kapan pun dibutuhkan."
Menurut Aslichatul Insiyah, yang akrab disapa Azelin, selaku Ketua Maximal Academy, yang juga anggota Pramuka Kwarcab Sidoarjo, serta pengurus BP-13 Kwarda Jatim, kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Bimbingan Teknis (BIMTEK) Srikandi Tanggap Bencana.
BIMTEK dilaksanakan dalam dua format, yaitu secara virtual dan onsite. Sesi virtual dilangsungkan pada tanggal 28 Juni serta 3–4 Juli 2025, yang berisi pemaparan materi teori. Sementara itu, sesi praktik lapangan dilaksanakan pada 13 Juli 2025 bertempat di TENPINA BPBD Provinsi Jawa Timur.
Srikandi Tanggap Bencana sendiri merupakan komunitas perempuan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam berbagai bidang, khususnya di bidang penanggulangan bencana. Komunitas ini baru berdiri pada tahun 2025 dan kini telah memiliki sekitar 100 anggota perempuan dari berbagai unsur dan latar belakang.
Dengan adanya pelatihan ini, para relawan perempuan dari komunitas Srikandi Tangguh diharapkan semakin siap dan profesional dalam menghadapi situasi darurat, khususnya dalam aspek komunikasi yang menjadi tulang punggung keberhasilan misi kemanusiaan. (EOA)